Minggu, 06 Februari 2011

Sejarah Bukan Sekedar Hafalan (copas)

JAKARTA - Pendidikan Sejarah telah mengalami pergeseran visi, dari penanaman nilai afeksi pada siswa menjadi sebatas penamaman kognisi siswa. Sejarah seharusnya pendidikan tentang nilai, bukan sebatas hafalan nama pahlawan dan hari-hari besar nasional.
"Sejarah seharusnya dimaknai, bukan dihafalkan," ujar Ketua Umum Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Ratna Hapsari di Graha Utama Gedung Kemdiknas, Jumat (12/11/2010).
AGSI juga menyampaikan beberapa keluhan seputar pendidikan sejarah di Indonesia. Pertama, kurikulum pendidikan sejarah sangat padat sehingga aspek kognitif lebih ditekankan dari pada menyentuh afektifitas siswa. "Akibatnya, selain hanya sebatas hafalan, pendidikan sejarah juga hanya mengulang materi pelajaran pada jenjang pendidikan sebelumnya dan tidak mengutamakan proses," demikian seperti dikutip dari Rekomendasi tertulis AGSI.
Masalah kedua adalah belum lengkapnya buku dan sumber pelajaran sejarah lainnya yang tersedia secara gratis untuk mendukung pengembangan dan pencapaian tujuan pembelajaran sejarah.
Problem ketiga, pendidikan sejarah juga masih dibatasi dengan minimnya jam tatap muka dan perbedaan materi pelajaran di program IPA, IPS, dan Bahasa.
Hal itu membatasi waktu guru dalam mengeksplorasi kegiatan pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Tidak hanya itu, guru pun mendapat kesulitan dalam menyiapkan pembelajaran sejarah yang komprehensif.
Keempat, kegiatan pengembangan profesi guru berupa pelatihan dan peningkatan pendidikan akademik guru sejarah ke jenjang magister maupun doktoral masih terbatas.
Keterbatasan ini juga terdapat pada keterlibatan peran guru sejarah dan atau organisasi profesi guru sejarah dalam menentukan kebijakan dalam pendidikan sejarah. Hal tersebut ditambah lagi dengan masih minimnya fasilitas dan pendanaan yang diberikan pemerintah dalam pengembangan organisasi guru sejarah agar mereka mampu mengoptimalkan perannya.
Curhat AGSI disampaikan dalam Diskusi Publik Nasional: Mengkaji Ulang Peranan Pendidikan Sejarah yang digelar hari ini di Gedung Kemdiknas, Jakarta.
Grace Leksono, staf Institut Sejarah Sosial Indonesia dalam bidang pendidikan menyatakan, kekacauan dalam pendidikan sejarah merefleksikan bagaimana orang Indonesia memahami dan menghargai sejarahnya. "Yang perlu ditekankan dalam pendidikan sejarah adalah konteks sejarahnya, bukan semata-mata sejarah tentang orang-orang besar," ujar Grace.
Menurutnya, salah satu cara mengubah perspektif pendidikan sejarah adalah melalui jalur pendidikan yang kreatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar